Little Stories

Little Stories
[No.332]
Judul : Little Stories
Penulis : Rinrin Indrianie, Vera Mensana, Adeste Adipriyanti, Faye Yolody, Rieke Saraswati
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : 2014
Tebal : 255 hlm
ISBN : 978-602-03-0190-7
Di ranah perbukuan tanah air, buku kumpulan cerpen merupakan salah satu
genre buku fiksi yang turut mewarnai perkembangan dunia sastra kita.
Secara umum ada dua jenis buku kumcer, yang pertama adalah kumpulan
cerpen yang ditulis oleh satu orang saja, dan yang kedua cerpen-cerpen
yang ditulis oleh beberapa orang lalu lalu dibukukan menjadi sebuah buku
antologi cerpen dimana biasanya masing-masing penulis menyumbang satu
cerpen saja. Nah, berbeda dengan dua jenis buku kumpulan cerpen yang
umum beredar di dunia buku kita buku Little Stories menawarkan sebuah
perbedaan yang memberikan pengalaman baru dalam membaca sebuah kumpulan
cerpen.
Seluruh cerpen dari buku Little Stories ini berasal dari sebuah kursus menulis untuk mengapresiasi para pembaca situs Fiksi Lotus yang dikelola Maggie Tiojakin.
Kursus tersebut dibuka untuk lima orang yang terpilih setelah Maggie
menyeleksi ceita pendek dari masing-masing calon peserta sebagai syarat
mengikuti kursuf intensif Lotus Creative. Dari puluhan pendaftar
akhirnya terpilih lima penulis wanita yang berhak mengikuti kursus
yaitu Rinrin Indranie, Vera Mensana, Adeste Adipriyanti, Faye Yolody,
Rieke Saraswati
Selama kursus intensif selama dua bulan kelima penulis dengan berbagai
latar belakang ini diberi tugas latihan menulis empat buah cerita pendek
dengan tema kuliner/makanan, tema demonstrasi, tema prompter (kalimat
awal yang telah ditentutukan, dan satu cerita pendek dengan tema bebas.
Dari apa yang ditulis oleh kelima penulis inilah lahir buku dengan
cover indah karya Staven Andersen dengan judul Little Stories
yang berisi 20 cerpen yang dibagi ke dalam empat bagian sesuai dengan
tema-tema yang telah ditentukan. Inilah yang menjadi pembeda dengan
buku-buku kumpulan cerpen lainnya. Di buku ini kita akan melihat
bagaimana sebuah tema dikisahkan oleh masing-masing penulis sesuai
dengan gaya, kekhasan dan interpretasi dari masing-masing penulis.
Dari tema kuliner cerpen favorit saya adalah Brongkos Mertua karya
Adeste Apriyanti. Sebuah kisah sederhana tentang anak dan mertua dimana
sang menantu mencoba membuat masakan brongkos untuk mertuanya. Di
cerpen ini makanan tidak sekedar tempelan tapi menjadi sentral kisah
lengkap dengan tahapan-tahapan membuat brongkos. Yang menarik ending
dari kisah ini bersifat terbuka (open ending) sehingga ketika kita
selesai membacanya kita diberi kesempatan untuk mengakhiri kisahnya
sesuai dengan imajinasi kita.
Cerpen Suzie (Rieke Saraswati) yang juga merupakan cerpen
terpendek dalam buku ini juga menarik karena walau pendek cerpen ini
menghadirkan tokoh yang sangat kuat karakternya sebagai seorang ibu yang
berusaha menggantikan posisi suaminya yang telah meninggal dunia
sebagai koki andal ditengah keluarganya.
Untuk tema demonstrasi ada dua cerpen yang mencuri perhatian saya yaitu cerpen Teror di Kaki Bukit (Adeste Apriyanti) dan Aparat (Faye Yolody) Cerpen Teror
di kaki bukit mengisahkan tentang eksekusi lahan yang akan dijadikan
sebuah mega proyek. Uniknya lahan yang akan dieksekusi dan siapa yang
melakukan perlawanan atas eksekusi itu bukanlah tanah biasa dan bukan
pendemo biasa. Walau berupa kisah khalayan namun di akhir kisah kita
diajak melihat sebuah kenyataan akan keserakahan manusia. Sedangkan
cerpen Aparat menjadi menarik karena pembaca diajak melihat
keseharian seorang aparat yang selalu dianggap arogan, dibenci dan jadi
sasaran ejekan, pukulan, dorongan oleh para pendemo sebenarnya hanyalah
seorang ayah yang begitu mencintai keluarganya.
Membaca cerpen-cerpen dengan Tema prompter (kalimat awal yang telah
ditentukan) juga memberi keasyikan sendiri karena semua cerpen di bagian
ini dimulai dengan kalimat awal yang sama yaitu "Aku lemparkan buku itu ke sungai yang mengalir deras" atau "Ezra menghunus pisau dapur ke arahku".
Karena dua kalimat yang ditentukan itu terkesan muram maka seluruh
cerpen di bagian inipun merupakan cerpen-cerpen yang suram namun
seperti cerpen Serunya Membunuh Orang Gila (Faye Yoloday) dimana
dikisahkan sang tokoh utama yang memiliki seorang adik pecandu narkoba
yang depresi sehingga kerap mengancam dan melukai kakaknya sendiri.
Atau cerpen Sang Ilalang (Rinrin Andrienie) tentang kenangan
persahabatan yang tertuang dalam sebuah buku
harian.
Setelah tiga bagian dimana penulis diasah kreatifitasnya membuat cerpen
yang telah ditentukan temanya, di bagian akhir buku ini barulah tiap
penulis mendapat kesempatan untuk mengeksplorasi kemahirannya membuat
cerpen dengan leluasa tanpa dibatasi tema atau apapun.
Di bagian ini cerpen pilihan saya jatuh pada cerpen karya Vera Mensana, Berdua Saja.
Cerpen yang menarik tentang seorang ayah yang mencoba mengutarakan
maksudnya untuk menikah kembali kepada anak laki-lakinya yang masih
kecil di sebuah kedai bakso.Sebuah kisah sederhana namun menyentuh
tentang masa lalu keluarga mereka yang suram dan bagaimana sebuah
harapan baru ditambatkan pada kehadiran mama baru bagi sang anak. Cerpen
ini semakin menarik karena penulis mencoba memasukkan unsur budaya
Tionghoa-betawi yang manyatu dengan kisahnya.
Sebagai sebuah buku kumpulan cerpen yang dihasilkan dari sebuah
workshop menulis saya rasa semua cerpen dalam buku ini tidak bisa
dianggap remeh. Walau ini adalah karya pertama mereka yang berhasil
diterbitkan namun karya-karya mereka sangat baik dan patut
diperhitungkan sebagai penulis masa depan dalam ranah kepenulisan fiksi
Indonesia. Saya sependapat dengan sebuah komentar tentang buku ini di
sebuah media yang mengatakan bahwa;
"Membaca cerita-cerita di buku
ini membersitkan harapan baru akan lahirnya penulis-penulis muda perempuan
potensial dengan ide-ide yang segar dan membawa suara mereka
masing-masing."
@htanzil
Source : bukuygkubaca.blogspot.com
Little Stories
Reviewed by
Mpg
on
00:48
Rating:
5
No comments:
Post a Comment